Si Pitung adalah seorang pemuda yang soleh dari Rawa Belong. Ia
rajin belajar mengaji pada Haji Naipin. Selesai belajar mengaji ia pun dilatih
silat. Setelah bertahun- tahun kemampuannya menguasai ilmu agama dan bela diri
makin meningkat.
Pada waktu itu Belanda sedang menjajah Indonesia. Si Pitung merasa iba
menyaksikan penderitaan yang dialami oleh rakyat kecil. Sementara itu, kumpeni
(sebutan untuk Belanda), sekelompok Tauke dan para Tuan tanah hidup bergelimang
kemewahan. Rumah dan ladang mereka dijaga oleh para centeng yang galak.
Dengan dibantu oleh teman-temannya si Rais dan Jii, Si Pitung
mulai merencanakan perampokan terhadap rumah Tauke dan Tuan tanah kaya. Hasil
rampokannya dibagi-bagikan pada rakyat miskin. Di depan rumah keluarga yang
kelaparan diletakkannya sepikul beras. Keluarga yang dibelit hutang rentenir
diberikannya santunan. Dan anak yatim piatu dikiriminya bingkisan baju dan
hadiah lainnya.
Kesuksesan si Pitung dan kawan-kawannya dikarenakan dua hal.
Pertama, ia memiliki ilmu silat yang tinggi serta dikhabarkan tubuhnya kebal
akan peluru. Kedua, orang-orang tidak mau menceritakan dimana si Pitung kini
berada. Namun demikian orang kaya korban perampokan Si Pitung bersama kumpeni
selalu berusaha membujuk orang-orang untuk membuka mulut.
Kumpeni juga menggunakan kekerasan untuk memaksa penduduk memberi
keterangan. Pada suatu hari, kumpeni dan tuan-tuan tanah kaya berhasil mendapat
informasi tentang keluarga si Pitung. Maka merekapun menyandera kedua orang
tuanya dan si Haji Naipin. Dengan siksaan yang berat akhirnya mereka mendapatkan
informasi tentang dimana Si Pitung berada dan rahasia kekebalan tubuhnya.
Berbekal semua
informasi itu, polisi kumpeni pun menyergap Si Pitung. Tentu saja Si
Pitung dan
kawan-kawannya melawan. Namun malangnya, informasi tentang rahasia kekebalan
tubuh Si Pitung sudah terbuka. Ia dilempari telur-telur busuk dan ditembak. Ia
pun tewas seketika.Meskipun demikian untuk Jakarta, Si Pitung tetap dianggap sebagai
pembela rakyat kecil.
0 komentar:
Posting Komentar